ADA SKANDAL BESAR DI BALIK TES PCR??? APARAT PENEGAK HUKUM HARUS SEGERA TURUN TANGAN!!!
Oleh: R Haidar Alwi
Kementerian Kesehatan akhirnya menurunkan harga tes PCR mandiri terhitung mulai Selasa (17/8/2021). Harga tertinggi yang ditetapkan adalah Rp 495 ribu untuk Jawa-Bali dan Rp 525 ribu untuk daerah lain. Keputusan itu diambil karena terjadi penurunan harga Reagen dan barang habis pakai pakai yang digunakan dalam tes Covid-19. Setelah berkonsultasi dan dilakukan evaluasi bersama BPKP dan BNPB maka diperoleh tarif baru yang lebih rendah.
*Entah sebuah kebetulan atau tidak, faktanya Kementerian Kesehatan baru menurunkan harga tes PCR pasca adanya perintah Presiden karena harga sebelumnya menuai polemik.* Publik menilai harga tes PCR yang berlaku di Indonesia jauh lebih mahal ketimbang di India. Ketika harga maksimal tes PCR di Indonesia masih Rp 900 ribu, India telah memberlakukan harga yang jauh lebih murah berkisar antara Rp 58 ribu sampai Rp 135 ribu.
Harga maksimal tes PCR Rp 900 ribu telah berlaku sekitar 10 bulan sejak pertama kali ditetapkan pada 5 Oktober 2020. Sedangkan harga maksimal Rapid Test Antigen Rp 250 ribu untuk Jawa-Bali dan Rp 275 ribu untuk daerah lain telah berlaku setidaknya selama 8 bulan sejak ditetapkan pada 18 Desember 2020.
*Selama kurun waktu 8 sampai 10 bulan sebelum harganya diturunkan, dipastikan para importir dan pelaku usaha telah meraup keuntungan fantastis. Jika dengan harga Rp 500 ribu saja mereka masih untung, coba bayangkan betapa besar keuntungan yang mereka peroleh dengan harga Rp 900 ribu. Secara hitung-hitungan sederhana, cuan yang dikantongi selama 8-10 bulan diperkirakan lebih dari 50% dikalikan sekian banyak masyarakat yang melakukan tes mandiri. Tidak heran ada yang dikabarkan membeli pesawat pribadi dari keuntungan bisnis tes Covid-19.*
*Terlebih importir, karena bisa jadi harga komponen alat tes Covid-19 telah turun sejak lama, tapi mereka masih menjualnya dengan harga tinggi. Pesta cuan menjadi semakin sempurna karena Kementerian Keuangan membebaskan alkes termasuk Rapid Test dan PCR dari pajak impor.*
Berdasarkan dokumen importasi hingga akhir Juli 2021, impor Rapid Test dan PCR mencapai USD 530,6 juta atau 7,6 triliun setara dengan 52,2% dari total nilai impor alkes. Dari jumlah tersebut, sebanyak USD 340,5 juta atau Rp 4,9 triliun adalah impor PCR, setara dengan 31,2% dari total nilai impor alkes. Sedangkan sebanyak USD 190,1 juta atau Rp 2,7 triliun adalah impor Rapid Test, setara dengan 17,42% dari total nilai impor alkes.
Mayoritas alkes impor itu didatangkan dari Cina dengan nilai transaksi USD 541,3 juta atau Rp 7,79 triliun. Diikuti Korea Selatan dengan nilai transaksi USD 150,5 juta atau Rp 2,1 triliun. Sebagain besar masuk dari pintu Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Soekarno-Hatta. Jumlahnya mencapai USD 828,1 juta atau 11,9 triliun, setara dengan 75,89% dari keseluruhan barang yang masuk ke Indonesia.
Importir terbesar alat kesehatan adalah perusahaan swasta dengan porsi 77,16%. Pemerintah Indonesia hanya memegang 16,67%. Sisanya, 6,18% merupakan lembaga non-profit. *Ironisnya, tidak semua importir alkes bergerak dalam bidang kesehatan. Di antaranya ada perusahaan bidang kecantikan, tekstil hingga ketel uap.*
Berikut 10 importir terbesar alkes termasuk Rapid Test dan PCR per Juli 2021 dengan kurs Rp 14.400 :
1. BNPB sebesar USD 68,6 juta atau Rp 987,8 miliar
2. PT Jenny Cosmetics sebesar USD 43,6 juta atau Rp 627,8 miliar.
3. PT Beta Pharmacon sebesar USD 36,4 juta atau Rp 524,1 miliar
4. Perusahaan teknologi medis asal Jerman PT Dräger Medical Indonesia sebesar USD 21,5 juta atau Rp 309,6 miliar
5. Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia sebesar USD 21,07 juta atau 303,4 miliar
6. Perusahaan tekstil multinasional PT Pan Brothers USD 21,07 juta atau 303,4 miliar
7. Perusahaan ketel uap PT Trimitra Wisesa Abadi sebesar USD 20,8 juta atau Rp 299,5 miliar
8. Perusahaan laboratorium diagnostik molekular PT Sinergi Utama Sejahtera sebesar USD 20,8 atau Rp 299,5 miliar
9. Perusahaan alat kesehatan PT Cahaya Medical Indonesia sebesar USD 20,7 juta atau Rp 298,08 miliar
10. Pusat Keuangan Kementerian Pertahanan sebesar USD 18,7 juta atau Rp 269,2 miliar.
*Di antara 10 importir terbesar alkes tersebut, salah satu yang paling menarik adalah PT Jenny Cosmetics. Meskipun bukan bergerak di bidang kesehatan, perusahaan ini ternyata mendapatkan porsi impor terbesar ke-dua setelah BNPB.*
Hasil penelusuran awal melalui Google diketahui PT Jenny Cosmetics beralamat di Jalan Bandengan Utara 1, Nomor 36, Tambora, Jakarta Barat. Sosok yang terafiliasi dengan perusahaan ini adalah Hendra Rahardja. Nama tersebut sama persis dengan buronan kasus Bapindo yang kabur ke Australia. Dia adalah Hendra Rahardja, kakak kandung buronan legendaris Eddy Tansil. Akan tetapi Hendra Rahardja dikabarkan telah meninggal dunia pada tahun 2003 silam di negara tujuan pelariannya. Selain itu, foto yang ditampilkan Google juga tidak meyakinkan karena bangunan yang berdiri di alamat tersebut berbentuk rumah tinggal yang tidak menunjukkan adanya aktivitas sebuah perusahaan.
Namun, Google Earth menunjukkan PT Jenny Cosmetics beralamat di Sentra Industri Terpadu III, Jalan Pantai Indah Kapuk Nomor 20, Jakarta Utara. Hanya saja penamannya adalah PT Jenny Cosmetics Warehouse yang ditandai sebagai kantor perusahaan lengkap dengan foto tampak luar, dalam dan karyawannya. Alamat ini memiliki kesesuaian dengan data PT Jenny Cosmetics yang terdaftar di Ditjen AHU Kemenkumham.
*Terlepas dari siapa saja pemiliknya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus melakukan audit terkait harga maupun impor Rapid Test dan PCR. Dengan diturunkannya harga sekitar 45% tanpa subsidi Pemerintah, potensi ‘mark-up’ setidaknya juga sebesar 45% atau lebih selama kurun waktu 8-10 bulan terakhir. Jangan-jangan, kerugian negara akibat dugaan skandal alat tes Covid-19 jumlahnya jauh lebih besar daripada kasus bansos Menteri Sosial Juliari Batubara. Sebab, tidak tertutup kemungkinan Pemerintah mengambil pasokan dari para importir di atas harga wajar. Jika benar, tentu sangat miris di saat bangsa dan negara sedang kritis, ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan fantastis.*
*Pertanyaannya, mampukah aparat penegak hukum membongkar dugaan skandal alat tes Covid-19???*