DONI MONARDO & BISNIS ALKES IMPOR : KALA SANG JENDERAL JADI MENTOR CUKONG
Oleh : R Haidar Alwi
Setelah 10 bulan bertahan dengan harga Rp 900 ribu sejak 5 Oktober 2020, Kementerian Kesehatan akhirnya menurunkan harga tes PCR menjadi Rp 495 ribu untuk Jawa-Bali dan Rp 525 ribu untuk daerah lain terhitung mulai 17 Agustus 2021. Kebijakan tersebut diambil dalam rangka menindaklanjuti instruksi Presiden Jokowi seiring kuatnya desakan publik karena harga tes PCR di Indonesia 9 kali lebih mahal ketimbang yang berlaku di India.
Oleh karena itu, muncul desas-desus para pengusaha telah meraup keuntungan fantastis pada saat kondisi rakyat sedang kritis. Pasalnya, berdasarkan hasil pengecekan di lapangan sekitar tiga bulan lalu, Komisi IX DPR RI menemukan bahwa dengan harga Rp 300 ribu saja, para pengusaha sebenarnya telah mendapatkan keuntungan. Jika demikian adanya, maka dengan harga Rp 900 ribu, keuntungan yang diperoleh untuk satu kali tes PCR minimal Rp 600 ribu. Sedangkan jumlah spesimen yang diuji dengan tes PCR hingga 16 Agustus 2021 mencapai 29.497.881. Bila diasumsikan 50% di antaranya berbayar atau dilakukan oleh swasta, maka total keuntungan yang dikantongi lebih dari Rp 8,8 triliun.
Mereka memasok PCR kit dari importir yang mendatangkannya dari luar negeri. Sesuai dokumen importasi Juli 2021, satu dari sepuluh importir alkes terbesar dipegang oleh PT TWA. PT TWA merupakan sebuah perusahaan ketel uap yang secara mendadak banting setir menjadi importir alkes tepat 20 hari setelah Pemerintah mengumumkan kasus pertama Covid-19 di Indonesia. Nilai impor PT TWA mencapai Rp 726,5 miliar – sebanyak Rp 427 miliar diperoleh melalui 18 paket pengadaan dari BNPB periode April-Desember 2020. Pada periode tersebut, PT TWA menjadi penguasa 49,5% dari total Rp 870,9 miliar pengadaan Reagen BNPB.
Ada 6 merek Reagen yang didatangkan PT TWA dari Cina dan Korea Selatan. Mulai dari Intron, Liferiver, Beafer, Toyoba, Cellpro, hingga Citoswab. Dari keenam merek tersebut hanya Liferiver, Toyoba dan Intron yang direkomendasikan WHO berdasarkan Surat Edaran 20 April 2020. Belakangan ICW menemukan sebanyak 498.644 unit Reagen terpaksa harus dikembalikan oleh 79 rumah sakit dan laboratorium sepanjang April-September 2020 lantaran tidak bisa dipakai. Padahal, barang tersebut dibeli menggunakan APBN yang anggarannya diperkirakan Rp 169,1 miliar. Meskipun ada Reagen impor PT TWA yang dikembalikan, hebatnya perusahaan ini tidak diaudit oleh BPKP karena tidak diminta oleh pihak terkait.
Usut punya usut, ternyata Budiyanto pemilik PT TWA terhubung dengan Doni Monardo selaku Kepala BNPB saat itu melalui Inna Rossaria – sepupu Doni Monardo. Ayahnya, Auwines merupakan paman Doni Monardo. Istri Auwines adalah adik dari ibu Doni Monardo. Budiyanto dan Inna Rossaria tercatat beberapa kali pernah bekerjasama. Mereka sempat mendirikan perusahaan jasa perawatan kantor walau akhirnya terpaksa harus ditutup.
Tahun 2017 keduanya sepakat membesarkan Sari Ratu, restoran Padang yang didirikan Auwines, ayah Inna Rossaria, pada 1982 dan memiliki cabang di Malaysia dan Singapura. Mereka kemudian mendirikan PT INA pada Januari 2018. Di perusahaan ini, Budiyanto menjabat Direktur Utama dengan kepemilikan saham 60%. Sedangkan Auwines Komisaris dan Inna Rossaria Direktur yang masing-masing memiliki 20% saham.
Perkongsian inilah yang membawa Budiyanto berkenalan dengan Doni Monardo pada 2014 silam yang kala itu menjabat Danjen Kopassus. Tahun berikutnya, Juli 2015, Doni Monardo ditugaskan menjadi Pangdam Pattimura. Budiyanto pun menyusulnya ke Ambon untuk mengikuti program Emas Biru dan Emas Hijau yang digagas Doni Monardo. Di luar acara utama, Budiyanto bahkan sempat makan malam bersama dengan Doni Monardo yang didampingi sang istri di The Natsepa Hotel & Resort.
Pertemuan selanjutnya berlangsung di Sari Ratu Kitchen pada Juli 2018. Sebulan kemudian, Budiyanto diketahui juga datang menemui Doni Monardo yang dipercaya sebagai Sekjen Wantannas. Dalam foto yang diunggahnya ke media sosial, Budiyanto menyebut Doni Monardo sebagai ‘My Mentor’. Reuni Budiyanto dan Doni Monardo bersama sang istri kembali terjadi saat Doni Monardo dilantik menjadi Kepala BNPB oleh Presiden Jokowi pada 9 Januari 2019.
Pertengahan Maret 2020, rekan bisnis Budiyanto di Sari Ratu, Rama Auwines bertemu dengan Doni Monardo untuk membicarakan penanganan Pandemi Covid-19. Ia datang bersama sejumlah pengurus HIPPINDO. Selain menjabat Wakil Ketua Umum HIPPINDO, sepupu Doni Monardo ini juga menjabat Direktur di badan hukum Sari Ratu. Kedekatan antara Doni Monardo, Budiyanto dan Rama Auwines dalam satu bingkai foto pernah diabadikan pada momentum Idul Fitri Juni 2018.
Walaupun Doni Monardo tidak banyak bersuara, Budiyanto telah mengakui soal kedekatan di antara mereka kepada Klub Jurnalis Investigasi. Namun, mereka kompak membantah adanya kongkalikong di balik pengadaan dan impor alkes. Setelah meletakkan jabatannya sebagai Kepala BNPB pada 25 Mei 2021, dua pekan kemudian Doni Monardo diangkat menjadi Komisaris Utama Inalum. Sementara Budiyanto dengan PT TWA tetap bermain dengan impor alkesnya.
Melihat kedekatan antara Doni Monardo dan Budiyanto, kita berharap tidak terjadi kongkalikong di antara mereka karena seorang pejabat setingkat Kepala BNPB memang tidak mengurusi masalah teknis. Akan tetapi tidak sedikit di antara mereka yang ditangkap KPK karena kasus korupsi. Ada Jualiari Bansos, Eddy Lobster dan masih banyak lagi. Mereka sebenarnya juga tidak mengurusi masalah teknis, tapi ternyata terbukti diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan berbagai modus.