KETUA DPD RI (LA NYALLA MATTALITI) : “BISA JADI KEMUDIAN YANG ADA ADALAH CALON BONEKA, YANG KALAH PADA AKHIRNYA DAPAT POSISI, JADI MENTERI PERTAHANAN ATAU MENTERI PAREKRAF. KAYAK GITU LAH”
Lakrinews.com – Rabu, 15 Dec 2021
Ketua KPK Firli Bahuri menyebut ambang batas presiden memicu perilaku korupsi. Firli Bahuri sepakat ambang batas pencalonan presiden alias presidential threshold (PT) diturunkan dari 20 persen menjadi 0 persen agar menekan perilaku korupsi.
Menurutnya, angka ambang batas 20 persen saat ini telah membuat biaya politik menjadi mahal.
“Kalau saya memandangnya begini, di alam demokrasi saat ini dengan presidential threshold 20 persen itu biaya politik menjadi tinggi. Sangat mahal. Biaya politik tinggi menyebabkan adanya politik transaksional. Ujung-ujungnya adalah korupsi,” kata Firli saat bertemu pimpinan DPD pada Selasa (14/12), sebagaimana siaran pers yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (15/12).
Kalau PT 0 persen artinya tidak ada lagi demokrasi di Indonesia yang diwarnai dengan biaya politik yang tinggi,” lanjutnya.
Firli menegaskan korupsi harus menjadi musuh bersama bila ingin melakukan pemberantasan korupsi. Menurutnya, semua elemen dan lembaga harus satu suara alias tidak boleh bergerak sendiri-sendiri dalam pemberantasan korupsi.
Sementara itu, Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti menyampaikan pihaknya sedang menggugat soal presidential threshold 20 persen agar turun menjadi 0 persen.
Menurutnya, koalisi parpol pendukung pemerintah yang telah terbangun dengan melibatkan tujuh parpol berpotensi membuat capres mendatang hanya berasal dari tujuh parpol tersebut.
“Tentu saja tidak mungkin akan muncul calon presiden selain yang mereka ajukan. Bisa jadi kemudian yang ada calon boneka. Yang kalah pada akhirnya dapat posisi, Menteri Pertahanan atau Menteri Parekraf. Kayak gitu lah,” sindir La Nyalla.
Selain kompromi tak sehat, dia melanjutkan presidential threshold sebesar 20 persen juga berpotensi menyebabkan konflik yang tajam di masyarakat.
“Karena calonnya cuma dua. Membelanya sampai mati-matian. Yang terjadi kemudian berantem, berselisih. Dan itu masih terjadi sampai detik ini,” ujarnya.
“Padahal banyak sekali anak-anak bangsa yang mampu sebagai pemimpin. Tapi karena ada ambang batas itu jadi tidak bisa. Jadi tertutup sudah,” tambahnya.
Sebagai informasi, ambang batas pencalonan presiden di pasal 222 UU Pemilu selalu menarik perhatian. Pasal ini setidaknya sudah digugat 13 kali di Mahkamah Konstitusi. Namun, belum ada satu pun gugatan yang dikabulkan. *Psf