Alasan utamanya adalah karena kerugian negara serta keuntungan Heru Hidayat dalam kasus korupsi ini di luar nalar kemanusiaan.
“Nilai kerugian keuangan negara dan atribusi yang dinikmati oleh terdakwa Heru Hidayat sangat jauh diluar nalar kemanusiaan dan sangat menciderai rasa keadilan masyarakat,” kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/12/2021).
Selain dalam perkara korupsi Asabri, Heru Hidayat juga telah dihukum bersalah terjerat dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya dengan nilai kerugian negara Rp 16,8 triliun atau Rp 16.807.283.375.000 dengan atribusi yang dinikmati oleh Terdakwa Heru Hidayat seluruhnya sebesar Rp 10.728.783.375.000 (Rp 10,7 triliun).
Karena itu, jaksa menilai kejahatan Heru Hidayat dilakukan dalam periode waktu sangat panjang dan ‘berulang-ulang’. Serta melibatkan banyak skema termasuk kejahatan sindikasi yang menggunakan instrument pasar modal dan asuransi, menggunakan banyak pihak sebagai nominee dan mengendalikan sejumlah instrumen di dalam system pasar modal, menimbulkan korban baik secara langsung dan tidak langsung yang sangat banyak dan bersifat meluas.
“Perbuatan Terdakwa telah mencabik-cabik rasa keadilan masyarakat dan telah menghancurkan wibawa negara karena telah menerobos sistem regulasi dan sistem pengawasan di Pasar Modal dan Asuransi dengan sindikat kejahatan yang sangat luar biasa berani, tak pandang bulu, serta tanpa rasa takut yang hadir dalam dirinya dalam memperkaya diri secara melawan hukum,” ujar Leonard.
Selain itu jaksa menilai Heru Hidayat tidak memiliki sedikitpun empati dengan beritikad baik mengembalikan hasil kejahatan yang diperolehnya secara sukarela. Serta tidak pernah menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah salah.
Tuntutan Mati Beri Efek Jera
Jaksa Agung ST Burhanuddin menilai tuntutan mati kepada terdakwa korupsi diharapkan memberi efek jera. Burhanuddin menyatakan Kejagung konsisten memberantas korupsi.
“Kejaksaan sangat berkomitmen dalam penegakan hukum secara konsisten dan tegas di bidang pemberantasan korupsi. Kejaksaan melakukan terobosan hukum dengan penerapan hukum hukuman mati pada para terdakwa tindak pidana korupsi,” kata Burhanuddin saat memberikan sambutan di webinar bertajuk ‘Mengangkat Marwah Kejaksaan, Membangun Adhyaksa Modern’ yang disiarkan secara daring, Rabu (15/12).
Pemberantasan korupsi yang dilakukan Kejagung, kata Burhanuddin, bukan hanya pada orientasi penghukuman saja, akan tetapi juga bagaimana Kejagung dapat mengembalikan kerugian negara akibat perbuatan para koruptor.
“Hal ini bertujuan menimbulkan efek jera sekaligus sebagai upaya preventif penegakan hukum di bidang tindak pidana korupsi tersebut, tidak hanya berorientasi pada penghukuman secara semata, akan tetapi Kejaksaan juga berkomitmen untuk mengembalikan negara dari tindak pidana korupsi pada para pelaku,” ungkap Burhanuddin.
Terkait kasus korupsi ASABRI, Heru Hidayat diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Dan Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (*PSF)