Lakrinews juga sempat meminta pendapat Ananda Sukarlan tentang Calvin Abdiel, dan sang maestro yang baru menerima gelar kesatriaan “Cavaliere Ordine della Stella” dari Republik Italia itu menjawab lewat whatsapp: “Sejak babak penyisihan saya dan para juri lainnya — Anthony Hartono dan Dr. Christine Utomo — sudah “terpesona” dengan permainan pianonya, terutama di karya Igor Stravinsky, ‘Petrushka’, kemudian tentu dengan Rapsodia Nusantara no. 7 yang jarang dimainkan karena kompleksitas struktur dan teknik pianistiknya. Setelah babak final, tidak ada keraguan lagi bahwa Calvin memang juaranya tahun ini, walaupun juara ke-2 nya, Kevin Trisna juga bermain sangat matang, teliti dalam detailnya dan punya karakter yang berbeda. Keduanya adalah putra bangsa kebanggaan kita!”
Ananda Sukarlan Award mulai tahun ini diambil alih dan diselenggarakan oleh Direktorat Jendral Kebudayaan RI, lewat Direktorat Perfilman, Musik dan Media Baru. Tujuannya antara lain adalah untuk pemetaan dan pengembangan bakat-bakat di musik klasik Indonesia untuk pemajuan kebudayaan. Ada 4 kategori tahun ini, yaitu Senior (yang dimenangkan Calvin Abdiel), Junior (dimenangkan oleh 2 pianis: Maggie Tse (10 tahun) dari Surabaya dan Vivienne Thamrin (18 tahun) dari Makassar), Elementary (dimenangkan oleh Joshua Kevin Hudyana dan Russell Lavalle Lee) dan Little Elementary (dimenangkan oleh Arnell Uriella Tejo Prawiro dan Sinclair Justin Gohandi).
Lakrinews.com : Calvin, bisa ceritakan awal mula anda belajar musik (piano) dan kenapa pindah ke Australia?
Calvin Abdiel : Saya mulai belajar piano pada waktu umur 5 tahun di Jakarta. Waktu berumur 10 tahun, ayah saya dipindahkan kerja ke Sydney dan kami sekeluarga dibawa ke sana.
Lakrinews.com : Apakah musik memang minat anda sejak kecil? Dan bagaimana sampai ke musik klasik?
Calvin Abdiel : Saya suka musik sejak kecil, karena selain memainkan musik klasik yang diberikan guru, saya juga suka memainkan lagu-lagu yang populer di TV saat itu untuk mengiringi saudara-saudara bernyanyi. Tetapi, saya semakin menyukai musik klasik setelah pindah ke Sydney; saya mendapat kesempatan untuk masuk sekolah Conservatorium High School (sekolah yang khusus untuk anak-anak berbakat musik). Saya dibukakan betapa luasnya musik klasik itu, karena sering mendengarkan orkestra, musik kamar dan koor di sekolah. Saya belajar musik klasik dari segala jaman, dari jaman Baroque seperti Bach dan Handel, sampai kepada musik klasik yang jaman sekarang seperti Ligeti.
Sejak kelas 8, saya sudah dilibatkan dengan orkestra sebagai pianis dan juga belajar bermain dengan harmonis dengan instrument-instrumen yang lain.
Lakrinews.com : Apa yg membuatmu mau belajar/mendalami musik secara serius?
Calvin Abdiel : Sebenarnya nilai akademis saya di sekolah sangat baik dan saya sangat menyukai matematika. Saya bahkan sudah lulus Kumon di kelas 4 SD. Dengan background keluarga yang kebanyakan engineer, pada mulanya saya maupun orang tua tidak berpikir musik sebagai pilihan karir. Tetapi berberapa hal yang terjadi dalam hidup saya, mengubah pemikiran tersebut.
Yang pertama, saya diterima di sekolah Conservatorium High School yang seleksinya sangat ketat.
Yang kedua, saat saya berumur 13 tahun, saya menjadi pianis di satu acara besar dan secara mendadak, saya harus mengiringi 2 penyanyi seriosa professional. Saat itu saya dapat mengiringi mereka dengan baik walaupun waktu yang diberikan untuk mempelajari lagu itu sangat terbatas. Peristiwa ini dilihat oleh Pendeta Stephen Tong (pendiri Aula Simfonia Jakarta), dan beliaulah yang memberikan konfirmasi kepada orang tua saya bahwa saya memiliki bakat di dalam musik dan supaya mereka mendukung bila saya memilih musik sebagai pilihan karir.
Yang ketiga, pada usia 16 tahun, saya mengikuti kompetisi “Steps to Mastery” di St Petersburg, Russia dan mendapat juara ke-2. Pada saat final, saya harus bermain dengan ‘State Capella Orchestra of St Petersburg’. Kemudian, pada tahun yang sama, saya juga memenangkan juara ke-2 di ‘Lev Vlassenko Piano Competition’ di Brisbane, dimana pada saat final memainkan Piano Concerto No. 1 karya Peter I. Tchaikovsky bersama Queensland Symphony Orchestra. Dua kejadian ini mendorong saya untuk melihat lebih serius potensi dan kesempatan yang Tuhan berikan untuk saya kembangkan di bidang musik.
Lakrinews.com : Saat Ananda Sukarlan Award, biasanya peserta hanya memainkan 1 atau maximal 2 Rapsodia Nusantara, anda memainkan 3 nomor! Dan lagi 3 nomor itu termasuk yang sulit. Kenapa?
Calvin Abdiel : Saya mengenal Rapsodia Nusantara dari seorang teman, namanya Joshua, yang rajin membawakan saya buku koleksi Rapsodia Nusantara setiap kali ia balik ke Sydney, yang kemudian membuat saya tertarik untuk memainkannya. Saya suka bagaimana Rapsodia Nusantara mempopulerkan berbagai lagu daerah Indonesia, yang kemudian digubah menjadi lagu klasik yang bisa dipentaskan di recital piano.
Itu sebabnya sewaktu mengikuti kompetisi ini, saya langsung memilih lagu dari koleksi Rapsodia Nusantara meskipun Ananda Sukarlan juga memiliki karya-karya piano lain di luar ini. Pada saat kompetisi, saya memainkan satu lagu dari Aceh (Rapsodia no.6), satu lagu dari Papua (Rapsodia no. 7) dan satu lagu dari Maluku (Rapsodia No. 4).
Saya suka Rapsodia No. 4 dan 7, tetapi ternyata setelah memainkannya saya sadar bahwa kedua lagu ini cukup sulit. Tetapi itu tidak menghalangi saya untuk mempelajarinya, karena saya ingin mendengarkan keindahan lagu-lagu ini ketika dimainkan.
Lakrinews.com : Apa rencana ke depan yang bisa dibocorkan nih?
Calvin Abdiel : Saya lolos audisi mengikuti Sydney International Piano Competition dan rencananya akan berlangsung tahun 2021 ini. Kompetisi ini sangat berat buat saya, tolong doakan supaya saya bisa memberikan yang terbaik. Saya juga punya cita-cita, kalau bisa, dapat melanjuntukan studi Masters ke Eropa.